Jumat, 17 Oktober 2014

Tugas I Softskill: Etika, Norma, dan Hukum Dalam Praktek Akuntansi



Nama       : Berkat Kristian Zega
NPM        : 29211191
Kelas       : 4EB04

Etika, Norma dan Hukum Dalam Praktek Akuntansi
      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)  Etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika (ethics) menurut pengertian yang sebenarnya adalah filsafat tentang moral. Jadi, etika merupakan ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma moral. Etika merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia, sebagai manusia, harus hidup baik, dan masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan pada nilai dan norma-norma moral yang umum diterima.
        Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sentosa. Namun masih ada segelintir orang yang masih melanggar norma-norma dalam masyarakat, itu dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor pendidikan, ekonomi dan lain-lain.
       Tindakan manusia juga ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan, norma agama berasal dari agama, norma moral berasal dari suara batin, dan norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika.

Perilaku Etika  dalam Profesi Akuntansi
         Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa non assurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.

Peranan Etika dalam Profesi Akuntansi
         Profesi akuntansi mengandung karakteristik pokok suatu profesi, diantaranya adalah jasa yang sangat penting bagi masyarakat, pengabdian bangsa kepada masyarakat, dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para akuntan dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah sebabnya profesi akuntansi menetapkan standar teknis atau standar etika yang harus dijadikan sebagai panduan oleh para akuntan, utamanya yang secara resmi menjadi anggota profesi, dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Jadi, standar etika diperlukan bagi profesi akuntansi karena akuntan memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
        Kode etik atau aturan etika profesi akuntansi menyediakan panduan bagi para akuntan profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan sulit. Etika profesi dan etika kerja etika profesi atau etika profesional merupakan suatu bidang etika (sosial) terapan. Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang menduduki posisi yang disebut profesional. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi para profesional dalam menjalani kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada masyarakat yang berstandar tinggi.
           Dalam kaitannya dengan profesi, etika meliputi norma-norma yang mentransformasikan nilai-nilai atau cita-cita (luhur) ke dalam praktik sehari-hari para profesional dalam menjalankan profesi mereka. Norma-norma ini biasanya dikodifikasikan secara formal ke dalam bentuk kode etik atau kode perilaku profesi yang bersangkutan. Etika profesi biasanya dibedakan dari etika kerja yang mengatur praktek, hak, dan kewajiban bagi mereka yang bekerja di bidang yang tidak disebut profesi (non-profesional). Non-profesional adalah pegawai atau pekerja biasa dan dianggap kurang memiliki otonomi dan kekuasaan atau kemampuan profesional.
        Namun demikian, ada sejumlah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada alasan moral untuk mengeluarkan etika kerja dari kajian etika profesional karena keduanya tidak terlalu berbeda jenisnya kecuali yang menyangkut besarnya bayaran yang diterima dari pekerjaan mereka. Masyarakat tidak mencemaskan pengambilalihan pekerjaan, tetapi masyarakat mencemaskan penyalahgunaan kekuasaan atau keahlian. Pembedaan antara etika profesi dan etika kerja lazimnya dilakukan mengingataktivitas para profesional seperti dokter, pengacara, dan akuntan, adalah berbeda dengan pekerja lain umumnya. Para profesional memiliki karakteristik khusus dari segi pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan dengan klien, yang membedakannya dari dari pekerja non-profesional.

Etika Profesi Akuntan
          Dalam etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengembangkan profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan profesi tersebut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Etika profesional juga berkaitan dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat moral-moral dan mengatur tentang etika professional
.
       Pihak-pihak yang berkepentingan dalam etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi. Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik ini yaitu Pertama, kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kaum profesional. Kedua, kode etik bertujuan melindungi keluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang tertentu yang mengaku dirinya profesional.
         Kode etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia.
        Prinsip perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan. Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1.        Tanggung Jawab profesi
     Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.        Kepentingan Publik
           Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3.        Integritas
      Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4.        Obyektivitas
           Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.        Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
        Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6.        Kerahasiaan
          Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7.        Perilaku Profesional
         Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.        Standar Teknis
         Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.                                           

Tugas I Softskill : Accounting Fundamental Concept



Nama       : Berkat Kristian Zega
NPM        : 29211191
Kelas       : 4EB04               

Accounting Fundamental Concept
          Akuntansi adalah teknik yang menggambarkan proses pencatatan, pengelompokan dan pengikhtisaran sehingga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak internal dan pihak eksternal dalam sebuah perusahaan. Faktor pendukung dalam proses akuntansi diantaranya meliputi jurnal-jurnal khusus sebagai tempat dicatatnya transaksi, buku besar sebagai tempat postingan dari jurnal, neraca saldo sebagai tempat mencatat seluruh saldo di buku besar, neraca lajur sebagai tempat pengikhtisaran seluruh rekening agar menghasilkan laporan keuangan yang akurat.
          Secara umum akuntansi memiliki konsep dasar yang menjadi acuan dalam menyusun standar akuntansi yang ditujukan bagi praktek akuntansi. Basis postulat akuntansi inilah yang kemudian muncul konsep-konsep dasar dalam penyajian maupun pelaporan keuangan entitas. Konsep-konsep tersebut antara lain: konsep kesatuan akuntansi, konsep pengukuran uang (money measurement concept), konsep kelangsungan usaha (going concern), konsep dua aspek akuntansi, konsep kos, konsep periode akuntansi, konsep penandingan (matching concept), konsep upaya dan hasil (effort and accomplishment), konsep konsitensi, konsep objektivitas, objek materialitas, dan konsep konservatisme.

1.        Konsep Kesatuan Akuntansi
          Pada dasarnya perusahaan dianggap terpisah dari pemilik­nya. Dengan kata lain, harta atau kekayaan perusahaan dipisahkan dari harta atau kekayaan pemilik. Semua setoran pemilik pada perusahaan dicatat sebagai tambahan mo­dal perusahaan, sedangkan pengambilan kekayaan oleh pemilik dicatat sebagai pengurangan modal melalui perkiraan prive. Inilah yang dimaksud dengan konsep kesatuan akun­tansi (Business Entity Concept).  Pemisahan tersebut merupakan faktor utama untuk mem­bebani pada perusahaan, sebagai suatu kesatuan akuntansi, dengan kewajiban-kewajiban untuk mempertanggungjawab­kan keuangan perusahaan pada pihak-pihak yang berke­pentingan.
         Kesatuan akuntansi ini tidak perlu harus sama dengan batas hukumnya, sebagai contoh, perusahaan induk dan anak perusahaan merupakan entitas hukum tersendiri, te­tapi penggabungan aktivitas perusahaan-perusahaan terse­but untuk tujuan akuntansi dan pelaporan tidak menyim­pang dari konsep kesatuan ekonomi. Demikian pula suatu departemen atau divisi dapat dipandang sebagai entitas tersendiri, namun biasanya laporan yang dikeluarkan oleh unit tersebut hanya merupakan dasar untuk mengevaluasi prestasi masing-masing departemen atau divisi dan me­rupakan bagian dari laporan keuangan perusahaan yang lengkap.

2.        Konsep Pengukuran Uang (Money Measurement Concept)
        Konsep ini mengandung pengertian bahwa uang merupakan alat ukur umum dan paling tepat dalam aktivitas ekonomi dan menjadi dasar yang tepat pula bagi pengukuran analisis akuntansi. Dalam pencatatan, unit moneter yang diwakili oleh uang sangat relevan, sederhana, tersedia secara universal, dapat dipahami dan berguna. Mengingat peranan khusus unit moneter sebagai alat peng­ukur atau pertukaran di dalam perekonomian, akuntansi ke­uangan menggunakan uang sebagai denominator umum da­lam pengukuran aktiva dan kewajiban perusahaan beserta perubahannya. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa informasi non-moneter tidak tercakup dalam sistem akun­tansi perusahaan. Informasi ini juga diikutsertakan, tetapi informasi utama pada laporan keuangan diukur dalam ni­lai uang agar memberikan dasar penafsiran yang universal bagi pembaca laporan.

3.        Konsep Kelangsungan Usaha (Going Concern)
        Suatu kesatuan ekonomi diasumsikan akan terus melanjut­kan usahanya dan tidak akan dibubarkan, kecuali bila ada bukti sebaliknya. Asumsi ini memberikan dukungan yang kuat untuk penyajian aktiva berdasarkan harga perolehan­nya dan bukan atas dasar nilai kontan aktiva tersebut atau nilai yang dapat direalisasi pada saat likuidasi.

4.        Konsep Dua Aspek Akuntansi
           Di dalam konsep ini, pada setiap dan masing-masing transaksi dibagi ke dalam dua aspek. Salah satu aspek berhubungan dengan penerimaan atas suatu manfaat tertentu sedangkan aspek yang lain berhubungan dengan pemberian atas manfaat tersebut. Misalnya, ketika mesin produksi yang telah dibeli oleh perusahaan, mesin memberikan manfaat untuk dapat memproduksi barang atau jasa. Untuk memiliki mesin tersebut perusahaan harus membayar sejumlah uang kepada penyedia mesin. Dengan demikian setiap transaksi bisnis berkaitan dengan dua aspek yang tidak terpisahkan dan kedua aspek tersebut dicatat tanpa terkecuali.
            Konsep dual aspect ini mendasarkan pada kaidah bahwa untuk setiap kegiatan bisnis selalu memiliki persamaan dan reaksi sebaliknya. Menurut konsep ini aset perusahaan akan sama dengan kewajiban ditambah modal. Hubungan bisnis antara manajemen dan pemilik mengakibatkan manajemen harus selalu mempertanggungjawabkan aset yang telah dan sedang dikelolanya serta menyajikan sumber aset tersebut.

5.        Konsep Kos
          Pada dasarnya penggunaan prinsip ini karena perusahaan memiliki kepentingan untuk menentukan nilai jual dari setiap aset setiap kali perusahaan ingin menilai laba yang diperolehnya. Di mana penilaian dengan cara yang lain akan mengakibatkan munculnya subjektifitas sehingga berdampak pada informasi keuangan yang bias. Namun, dalam standar akuntansi keuangan pun jika hal tersebut menjadi tidak relevan, maka diperkenankan menilai dengan nilai wajar sebagai basis pengukurannya.  Menurut konsep ini semua transaksi dicatat dalam buku akun senilai dengan harga pembelian.

6.        Konsep Periode Akuntansi
       Ada dua alasan utama perlunya penerapan konsep ini. Pertama, gambaran yang lengkap dan tepat mengenai ke­suksesan suatu perusahaan hanya bisa diperoleh pada saat perusahaan itu menghentikan kegiatannya dan mencairkan hartanya menjadi kas. Akan tetapi, banyak keputusan yang harus diambil selama berlangsungnya kegiatan perusahaan dan tidak mungkin menunggu sampai perusahaan itu menghentikan usahanya. Karena perusahaan dianggap se­lalu melaksanakan kegiatan usahanya (Going Concern), maka kegiatannya dibagi dalam periode-periode sehingga perkembangan perusahaan dapat dicatat secara periodik pula. Dengan penyajian laporan keuangan secara periodik, di­harapkan dapat membantu pihak-pihak yang berkepenting­an dalam pengambilan keputusan.
        Alasan kedua, adalah perlunya informasi akuntansi se­cara periodik untuk maksud-maksud perencanaan per­usahaan. Untuk itu diperlukan laporan keuangan yang te­pat, dalam arti harus menyajikan data yang sesuai dengan periode laporan keuangan. Oleh karena itu, transaksi-tran­saksi perusahaan harus dicatat pada saat terjadinya.

7.        Konsep Penandingan (Matching Concept)
          Yang dimaksud dalam konsep ini adalah dengan diakuinya beban bukan pada saat pengeluaran kas telah terjadi atau telah dibayarkan. Namun, diakui ketika suatu produk atau jasa secara aktual memberikan kontribusi terhadap pendapatan. “Pendapatan suatu periode harus dibebani dengan biaya-biaya yang secara ekonomis berkaitan dengan produk yang menghasilkan pendapatan tersebut. Hal ini memungkinkan adanya biaya yang ditangguhkan dan diperlakukan sebagai aset pada posisi keuangan atau neraca. Meskipun dalam kenyataannya biaya ditangguhkan tersebut tidak memberikan manfaeat konomi di masa depan.

8.        Konsep Upaya dan Hasil (Effort and Accomplishment)
         Pada konsep upaya dan hasil dalam akuntansi, memberikan implikasi bahwa biaya adalah upaya dalam rangka memperoleh hasil yang dalam hal ini disebut pendapatan. Pendapatan timbul karena biaya bukan sebaliknya pendapatan menanggung biaya. Artinya pendapatan sudah dapat diakui meskipun belum terealisasi karena adanya pengeluaran atau upaya entitas dalam melakukan kegiatan produktifnya.

9.        Konsistensi
        Penerapan akan prinsip akuntansi harus dilakukan secara konsisten dari satu periode ke periode lainnya. Dengan penerapan prinsip akuntansi secara konsisten, maka data dan informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diandalkan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan.

10.    Objektivitas
        Data dan informasi keuangan harus disajikan dengan tidak memandang dan mempertimbangkan satu atau pihak tertentu lainnya.

11.    Materialitas
         Data dan informasi keuangan yang timbul dari transaksi yang jumlahnya relatif kecil dan tidak berarti terhadap laporan keuangan dapat diabaikan.

12.    Konservatisme
        Dalam konsep ini penyaji informasi keuangan harus hati-hati terhadap pencatatan pendapatan dan biaya. Dampak lain dari menganut paham konservatif adalah terciptanya pencatatan pendapatan secara accrual atau cash basis yang terutama dirasakan penting dalam penerapan akuntansi bank.