Pengertian
Good Corporate Governance (GCG)
Menurut
Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan
perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders
khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan
pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang
berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Penerapan Good
Corporate Governance
(GCG)
Perusahaan dijalankan dalam sebuah
kerangka yang didasarkan oleh peraturan perundang-undangan, arahan dari
pemegang saham dan juga dengan mempertimbangkan kepentingan stakeholders. Inilah
mengapa setiap perusahaan memerlukan kerangka Good Corporate Governance (GCG)
yang sesuai dengan karakteristik dan kondisi usahanya. Tahap dasar dalam
keseluruhan penerapan GCG yang efektif adalah adanya pemahaman yang mendalam
mengenai GCG. Dengan adanya pemahaman tersebut, perusahaan dapat mulai
melalukan berbagai tahapan pembenahan dan pengembangan situasi yang dapat
mendukung penerapan GCG yang efektif.
Pembenahan Struktur Governance. Agar
GCG dapat diterapkan, perlu ada struktur yang dapat mendukung. Perusahaan harus
memiliki organ perusahaan yang dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan atas dasar prinsip bahwa masing-masing organ
mempunyai kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya
semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Pembenahan Mekanisme Governance
Perusahaan. Setelah struktur yang ada dibuat untuk dapat mendukung penerapan
GCG, maka perlu dipastikan agar mekanisme kepengurusan perusahaan juga
dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.
Menjadikan GCG sebagai budaya
perusahaan. Mengapa GCG perlu dijadikan budaya perusahaan Karena sesuatu yang
telah menjadi perilaku keseharian dan menjadi budaya, memiliki potensi
implementasi yang lebih baik, sebab GCG secara otomatis akan menjadi patokan
dalam beraktivitas. Karena budaya perusahaan merupakan sesuatu yang harus
dibentuk dan merupakan akumulasi dari sebuah perjalanan, maka menjadikan GCG
sebagai budaya perusahaan tidak seperti membalikkan telapak tangan. Agar GCG
dapat menjadi budaya perusahaan, sebelumnya perlu dilakukan beberapa tahapan,
Pertama perusahaan perlu menetapkan value yang dianut oleh perusahaan dalam
melakukan aktivitas usahanya.
Value perusahaan ini harus
menggambarkan sikap moral perusahaan. Agar sikap moral tersebut dapat
benar-benar diimplementasikan dalam setiap aktivitas usaha, maka perusahaan
harus merumuskan etika berbisnis/berusaha yang disepakati bersama. Etika bisnis
inilah yang menjadi tolok ukur dalam setiap perilaku. Pelaksanaan etika bisnis
yang berkesinambungan akan dapat membentuk budaya perusahaan yang merupakan
cerminan dari sikap moral yang dianut perusahaan. Agar setiap individu dalam
perusahaan dapat lebih mengerti akan perilaku apa yang diharapkan, sikap moral
dan etika berbisnis ini perlu dijabarkan dalam sebuah pedoman perilaku. Dokumen
ini juga akan bermanfaat sebagai acuan dalam melakukan interaksi usaha, jika
karyawan dihadapkan pada kondisi yang mungkin memiliki potensi pelanggaran
terhadap etika berbisnis.
Kendala paling mendasar dalam penerapan GCG di
Indonesia berhubungan dengan moral dan etika. Misalnya, perusahaan publik
di Indonesia umumnya berpola kepemilikan yang terkonsentrasi dengan basis
hubungan keluarga (family ownership) serta pada umumnya bergabung
dalam suatu jaringan kelompok bisnis berbasis keluarga (family business
groups) Dengan bercirikan keluarga sebagai pemilik mayoritas perusahaan,
maka kekuatan tawar menawar pihak ini menjadi sangat kuat. Terlepas dari
efektif atau tidaknya perangkat hukum dan peraturan yang ada mampu membatasi
ruang gerak mereka, tanpa basis moral dan etika yang kuat, peluang untuk
mendahulukan kepentingan kelompok pemilik mayoritas dengan mengorbankan
kepentingan pihak lain, misalnya pemilik minoritas, bahkan masyarakat/public
menjadi sangat besar
Peran Akuntansi Dalam Good Corporate
Governance
(GCG)
Agency Problem lahir dari adanya
pemisahan antara manajemen dan penyandang dana, dimana manajer berusaha untuk
meningkatkan incentive mereka dalam rangka memakmurkan dirinya dan menagabaikan
tugas utamanya yaitu memaksimumkan kemakmuran pemilik. Hal ini bisa dilakukan
dengan berbagai cara diantaranya adalah pengeluaran untuk dirinya manajemen.
Sistim akuntansi keuangan menyediakan informasi yang penting untuk Governance
Mechanisme, yang membantu memecahkan masalah keagenen. Penggunaan informasi
akuntansi dalam Governance Mechanisms bisa dalam bentuk implisit atau
eksplisit.
Penggunaan perjanjian yang
berbasiskan dasar akuntansi dalam kontrak obligasi adalah salah contoh dari
penggunaan informasi akuntansi secara eksplicit. Penggunaan informasi ekuntansi
untuk menyeleksi perusahaan yang akan dijadikan target takeover adalah contoh
dari penggunaan informasi akuntansi secara implisit. Informasi akuntansi
keuangan merupakan produk dari proses Governance. informasi akuntansi keuangan
dihasilkan oleh manajemen dan manajemen mengetahui informasi ini akan digunakan
sebagai input dalam proses Governance.
Hubungan Good Corporate Governance (GCG) dengan Etika Profesi Akuntansi
Profesi akuntansi
merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun non-atestasi
kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada. Akuntansi sebagai profesi
memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika
profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai
tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas.
Banyak kasus-kasus yang
melibatkan peran akuntan serta adanya statement yang mengatakan bahwa salah
satu penyebab terjadinya terjadinya
krisis ekonomi Indonesia adalah profesi akuntan. Akuntan publik bahkan dituduh sebagai
pihak yang paling besar tanggungjawabnya atas kemerosotan perekonomian
Indonesia. Statement ini muncul karena begitu besarnya peran akuntan dalam
masyarakat bisnis.
Peran akuntan dalam
perusahaan tidak bisa terlepas dari penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan. Meliputi prinsip
kewajaran (fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan responsibilitas (responsibility). Dalam hubungannya
dengan prinsip GCG, peran akuntan secara signifikan di antaranya:
1. Prinsip
Kewajaran
Laporan
keuangan dikatakan wajar bila memperoleh opini atau pendapat wajar tanpa
pengecualian dari akuntan publik. Laporan keuangan yang wajar berarti tidak
mengandung salah saji material, disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia (dalam hal ini Standar Akuntansi Keuangan). Peran
akuntan independen (akuntan publik), memberikan keyakinan atas kualitas
informasi keuangan dengan memberikan pendapat yang independen atas kewajaran
penyajian informasi pada laporan keuangan. Adanya kewajaran laporan keuangan
dapat mempengaruhi investor membeli atau menarik sahamya pada sebuah
perusahaan. Jelaslah bahwa kegunaan informasi akuntansi dalam laporan keuangan
akan dipengaruhi adanya kewajaran penyajian. Kewajaran penyajian dapat dipenuhi
jika data yang ada didukung adanya bukti-bukti yang syah dan benar serta
penyajiannya tidak ditujukan hanya untuk sekelompok orang tertentu. Dengan prinsip fairness ini, paling tidak akuntan berperan membantu pihak
stakeholders dalam menilai perkembangan suatu perusahaan. Selain itu membantu
mereka untuk membandingkan kondisi perusahaan dengan yang lainnya. Untuk itu,
laporan keuangan yang disajikan harus memiliki daya banding (comparability).
2. Prinsip
Akuntabilitas
Merupakan tanggung
jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif, dengan dibentuknya komite
audit. Bapepam mensyaratkan, dalam keanggotaan komite audit, minimum sebanyak 3
orang dan salah satu anggotanya harus akuntan. Komite audit mempunyai tugas
utama melindungi kepentingan pemegang saham ataupun pihak lain yang
berkepentingan dengan melakukan tinjauan atas reliabilitas dan integritas
informasi dalam laporan keuangan, laporan operasional serta parameter yang
digunakan untuk mengukur, melakukan klasifikasi dan penyajian dari laporan
tersebut. Untuk alasan itu, profesi akuntan sangat diperlukan dan mempunyai
peranan penting untuk menegakkan prinsip akuntabilitas.
3. Prinsip
Transparansi
Prinsip dasar
transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan.
Kepercayaan investor akan sangat tergantung pada kualitas penyajian informasi
yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu akuntan manajemen dituntut
menyediakan informasi jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan
indikator yang sama. Untuk itu informasi yang ada dalam perusahaan harus
diukur, dicatat, dan dilaporkan akuntan sesuai prinsip dan standar akuntansi
yang berlaku. Prinsip ini menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian yang lengkap atas
semua informasi yang dimiliki perusahaan. Peran akuntan manajemen, internal
auditor, dan komite audit menjadi penting terutama dalam hal penyajian
informasi akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan secara trnasparan kepada
pemakainya.
4. Prinsip
Responsibilitas
Prinsip ini berhubungan
dengan tanggungjawab perusahaan sebagai anggota masyarakat. Prinsip ini juga
berkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum
yang berlaku. Seiring perubahan sosial masyarakat yang menuntut adanya
tanggungjawab sosial perusahaan, profesi akuntan pun mengalami perubahan peran.
Pandangan pemegang saham dan stakeholderlain saat ini tidak hanya memfokuskan
pada perolehan laba perusahaan, tetapi juga memperhatikan tanggungjawab sosial
dan lingkungan perusahaan. Selain itu kelangsungan hidup perusahaan tidak hanya
ditentukan pemegang saham, tetapi juga stakeholder lain (misalnya masyarakat
dan pemerintah).
Oleh karena itu,
akuntan (khususnya akuntan publik) diharapkan mampu mengawasi pelaksanaan Good Governance .Untuk mewujudkan
terlaksanya Good Governance, akuntan
publik diharapkan menerapkan sepenuhnya kode etik akuntan publik. Good Governance sebagai proses dan
struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan kegiatan
perusahaan kearah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntanbilitas perusahaan.
Penerapan Good Governance dalam KAP berarti membangun kultur,
nilai-nilai serta etika bisnis yang melandasi
pengembangan perilaku profesional akuntan. Diterapkan Good Governance pada KAP, diharapkan akan
memberikan arahan yang jelas pada perilaku kinerja auditor serta etika profesi
pada KAP. Upaya ini dimaksudkan agar kiprah maupun produk jasa yang dihasilkan
akan lebih aktual dan terpercaya, untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik dan
optimal. Independensi akuntan publik merupakan salah satu karakter sangat
penting untuk profesi akuntan publik didalam melaksanakan pemeriksaan
akuntansi terhadap kliennya.
Penerapan Good Governance pada akuntan publik
membawa konsekuensi berbagai hubungan antara Good Governance dengan kinerja auditor internalnya. Nilai-nilai dan
etika profesi menjadi dasar penerapan Good
Governance sebagai motivasi perilaku profesional yang efektif, jika
dibentuk melalui pembiasaan-pembiasaan yang terkandung pada suatu budaya
organisasi. Keberhasilan implementasi Good
Governance banyak ditentukan oleh itikad baikmaupun komitmen anggota
organisasi untuk sungguh-sungguh mengimplementasikannya.
Pemahaman Good Governance bagi akuntan publik
merupakan landasan moral atau etika profesi yang harus diinternalisasikan dalam
dirinya. Seorang akuntan publik yang memahami Good Governance secara benar dan didukung independensi yang tinggi,
maka akan mempengaruhi perilaku profesional akuntan dalam berkarya dengan
orientasi pada kinerja yang tinggi untuk mencapai tujuan akhir sebagaimana
diharapkan oleh berbagai pihak.
Sumber:
Nama
: Berkat Kristian Zega
NPM : 29211191
Kelas : 4EB04